Dasar – Dasar Pembelajaran Matematika
Teori Belajar dan Pembelajaran Matematika
DOSEN MATA KULIAH : IRAWATI SYARIEF, S.Pd, M.Pd
Disusun Oleh :
KELOMPOK I
1.
ABBAS
2.
HASNAWATI
3.
RADIATUNNISA
4.
SANDIMAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PRODI. PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS SEMBILANBELAS
NOVEMBER KOLAKA
KAMPUS II LASUSUA
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan kita rahmat
dan nikmat-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Tidak lupa juga kita kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan
kaita nabi besar Muhammad Saw yang telah membawa umat manusia dari alam
kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti sekarang ini.
Makalah yang kami beri judul TEORI BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA selain sebagai bahan pembelajaran mata kuliah Dasar – Dasar
Pembelajaran Matematika
juga kami harapkan bisa memberikan sedikit pengetahuan kepada para calon
pendidik dalam proses belajar mengajar di kelas nantinya. Oleh karena itu, sebagai calon pendidik kita harus mengetahui
dasar – dasar teori belar dan pembelajaran matematika agar para peserta didik
dapat lebih mudah memahami materi yang diajarkan dan menerapkannya.
Seperti kata peribahasa tiada gading
yang tak retak begitupun dengan penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga dengan kerendahan hati kami meminta kepada para pembaca
untuk memberikan saran dan kritiknya untuk kesempurnaan makalah yang kami susun
ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, sekian dan
terima kasih.
Lasusua,
08 November 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Belajar
adalah proses untuk memperoleh sesuatu pengalaman atau pengetahuan yang baru
yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan dan memajukan kehidupannya.
Proses berpindahnya informasi atau pengetahuan dari satu orang ke orang yang
lain sering disebut dengan proses belajar mengajar. Proses
belajar-mengajar yang baik akan mengoptimalkan hasil belajar dan mengembalikan
arti belajar yang sesungguhnya. Belajar adalah key term “istilah kunci” yang paling vital dalam setiap usaha
pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak akan pernah ada pendidikan.
Sementara
itu, pengertian tentang belajar itu sendiri berbeda-beda menurut teori belajar
yang dianut seseorang. Menurut pandangan modern menganggap bahwa belajar
merupakan kegiatan mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku.
Perubahan tersebut dapat dilihat ketika siswa memperlihatkan tingkah laku baru,
yang berbeda dari tingkah laku sebelumnya. Untuk itu, seorang pendidik harus memiliki model pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didiknya. Salah satu model pembelajaran khususnya
dalam matematika adalah pendekatan pembelajaran matematika menurut
konstruktivisme. Dalam
pembelajaran konstruktivisme, pendidik
tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada peserta didik.
Peserta didik harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. pendidik
hanya membantu agar informasi menjadi lebih bermakna dan relevan bagi peserta
didik dengan menunjukkan kesempatan kepada peserat didik untuk menggunakan
strategi-strategi yang dimilikinya untuk belajar. Selain itu, posisi pendidik
dalam pembelajaran matematika adalah untuk bernegosiasi dengan peserta didik,
bukan memberikan jawaban akhir yang telah jadi. Tidak hanya itu, pendidik
seharusnya diharapkan dapat bertindak sebagai mediator dan fasilitator yang
membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri
peserta didik. Melalui pemberian tugas rumah dengan pendekatan konstruktivis,
diharapkan dapat memberikan suatu motivasi kepada peserta didik untuk memahami
suatu konsep secara utuh melalui pengerjaan tugas dengan kondisi dan situasi
yang tidak hanya terpaku pada ruang kelas dan keterbatasan waktu dalam proses
belajar.
Untuk lebih memahami bagaimana teori belajar dan pembelajaran matematika
tersebut akan kami uraikan dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana
hakikat dari matematika ?
b.
Apakah itu
teori belajar ?
c.
Bagaimana
bentuk – bentuk teori belajar menurut para ahli ?
d.
Apa
pengertian dari pembelajaran matematika ?
e.
Apa fungsi
dan tujuan dari pembelajaran matematika ?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa sebagai calon pendidik mengetahui
dasar – dasar yang dibutuhkan dalam proses belajar mengajar matematika di
sekolah nantinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa Inggris, mathematics, yang artinya ilmu pasti,
matematika. Mathematics, merupakan kata sifat, artinya yang berhubungan dengan ilmu pasti, matematis, mathematically adalah kata kerja, artinya menurut
ilmu pasti, secara matematis,
dan mathematician adalah kata
benda, yaitu orang ahli matematika
(Echols
dan
Shadily,
2005:375). Istilah matematika sudah menjadi bagian dari
bahasa Indonesia
baku. Di dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia,
matematika artinya “ilmu tentang
bilangan-bilangan, hubungan antara
bilangan dan prosedur operasional yang
digunakan dalam
penyelesaian
masalah mengenai bilangan (Diknas,
1990:566).
Burhanuddin
Salam mengemukakan pendapat beberapa ahli mengenai
matematika, di antaranya:
a. Wittgenstein; Matematika tidak
lain adalah metode
berpikir logis.
b. Whithead; Matematika merupakan pengetahuan yang
disusun secara konsisten dengan mempergunakan logika deduktif. Dalil-dalil
matematika pada dasarnya adalah pertanyaan logika. Pembuktian dalil-dalil
matematika tidak didasarkan atas metode ilmiah yang merupakan kombinasi antara logika deduktif
dan induktif,
melainkan didasarkan
atas logika
deduktif.
c. Immenual Kant; Matematika merupakan pengetahuan yang
bersifat sintetik apriori yang
eksistensinya tergantung
kepada dunia pengalaman kita (Salam,
1997:151-152).
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa
matematika adalah pengetahuan yang
mendasarkan perhitungan pada logika, kepastian dan
pengalaman. Kebenarannya tidak
diperoleh melalui eksprimen atau percobaan
sebagaimana
ditemui pada
ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau Biologi, tetapi ditentukan oleh perhitungan
yang logis dari
bilangan-bilangan
dan hubungan antara bilangan-bilangan tersebut.
B.
Teori
Belajar
a.
Pengertian
Teori Belajar
Secara pragmatis, teori belajar
dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling
berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumah fakta dan penemuan yang
berkaitan dengan peristiwa belajar (Muhibbin,2003:92).
Sedangkan Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut
Ruseffendi (1988) adalah berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang
diharapkan terjadi terhadap mental peserta didik.
b.
Aliran –
Aliran dalam Teori Belajar
Dalam
perkembangannya ini terdapat empat macam arus besar teori belajar,
yaitu :
1)
Teori
belajar behavioristik (tingkah laku)
Teori
belajar behavioristik ini detemukan oleh para psikolog behavioristik. Mereka
sering disebut “contemporary
behaviorists” atau disebut juga “S-R psychologists”.
Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan
demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara
reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya (Dalyono,2005:30). Guru-guru
yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku peserta didiknya
merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa
sekarang, serta bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar. Penganut
psikologi ini juga beranggapan bahwa belajar sebagai hasil dari pembentukan
hubungan antara rangsangan dari luar (stimulus)
dan tanggapan dari dalam diri peserta didik (response) yang diamati. Oleh sebab
itu, dua kata kunci penganut teori ini adalah ‘latihan’ dan ‘ganjaran’ atau
‘penguatan’. Teori yang dikemukakan oleh peganut aliran behaviorisme ini sangat
cocok digunakan untuk mengembangkan pengetahuan siswa yang beruhungan dengan
pencapaian hasil belajar (pengetahuan) matematika seperti fakta, konsep,
prinsip, skill atau keterampilan.
2)
Teori belajar kognitif
Teori
belajar kognitif ini memandang bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya
dikontrol oleh “reward” dan “reinfocement”. Menurut
pendapat mereka tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi,
yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku ini
terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dengan situasi itu
dan memperoleh “insight” untuk
pemecahan masalah. Jadi kaum kognitif berpandangan bahwa, tingkah laku
seseorang lebih bergantung kepada insight
terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam satu situasi. Mereka
menganggap tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam
situasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada dengan
hukuman dan ganjaran.
3)
Teori belajar humanistik
Berbeda
dengan dua aliran sebelumnya, humanistik meyakini bahwa manusia mempunyai sifat
dasar yang baik. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa manusia mempunyai
kemampuan untuk terus berkembang, mengarahkan diri, kreatif, dan dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri. Jelasnya, menurut aliran ini manusia mempunyai kemampuan
untuk menentukan arah hidupnya sendiri dengan penuh kesadaran dan kebebasan. Perhatian
psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap
individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka
hubungkan kepada pengalama-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik
aliran humanistik ini, penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai
dengan perasaan dan perhatian peserta didik.
4)
Teori belajar kontruktivisme
Pandangan
konstruktivistik tentang pembentukan pengetahuan adalah subjek aktif
menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksi dengan lingkungannya.
Melalui bantuan struktur-struktur kognitif ini, subjek menyusun pengertian
realitasnya. Interaksi kognitif terjadi sejauh realitas tersebut disusun
melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subjek itu sendiri. Struktur
kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan
lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi
secara terus menerus melalui proses rekonstruksi. Pendekatan
konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana
pengetahuan disusun dalam pemikiran peserta didik. Pengetahuan dikembangkan
secara aktif oleh pelajar itu sendiri dan tidak diterima secara pasif dari
orang disekitarnya. Dalam kelas
konstruktivis seorang pendidik tidak mengajarkan kepada peserta didiknya
bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong
(encourage) eserta didik untuk
menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Pada saat
peserta didik memberikan jawaban, pendidik mencoba untuk tidak mengatakan bahwa
jawabannya benar atau tidak benar. Namun pendidik mendorong peserta didiknya
untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar
ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal peserta didik
itu sendiri (Suherman, 2003).
c.
Teori Belajar Menurut para Ahli
1.
Teori Belajar Jerome S. Bruner
Menurut Bruner (dalam
Hudoyo,1990:48) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari,
serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika
itu. Bruner
membagi perkembangan intelektual anak dalam tiga kategori, yaitu enaktif,
ikonik dan simbolik (Ruseffendi, 1988). Penjelasan lain, (Dahar, 1989)
mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
bersamaan, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi informasi dan menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan. Bruner mengemukakan 4 dalil yang
penting dalam pembelajaran matematika,yaitu:
·
Dalil Penyusunan. Konsep dalam matematika akan lebih bermakna jika siswa mempelajarinya
melalui penyusunan representasi obyek yang dimaksud dan dilakukan secara
langsung.
·
Dalil Notasi. Notasi memiliki peranan penting
dalam penyajian konsep. Penggunaan notasi dalam menyatakan sebuah konsep
tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mental anak. Penyajiannya
dilakukan dengan pendekatan spiral, dimana setiap ide-ide matematika disajikan
secara sistematis dengan menggunakan notasi-notasi yang bertiingkat.
·
Dalil Kekontrasan dan
Keanekaragaman.
Pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan
konsep difahami dengan mendalam, diperlukan contoh-contoh yang banyak, sehingga
anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut.
·
Dalil Pengaitan. Materi dalam
pelajaran matematika dikenal dengan hirarki yang sangat ketat. Suatu topik akan
menjadi sulit dipahami oleh siswa manakala belum menguasai materi prasarat yang
dibutuhkan. Dengan kata lain bahwa kaitan antara satu konsep dengan konsep yang
lain, satu dalil dengan dalil yang lain, satu topik dengan topik yang lain dan
satu teori dengan teori yang lain sangat erat.
2.
Teori Belajar Robert M. Gagne
Pandangan Gagne tentang belajar
dikelompokkan menjadi 8 tipe. Kedelapan tipe tersebut adalah belajar dengan:
(1) isyarat (signal), (2) stimulus respons, (3) rangkaian gerak (motor
chaining), (4) rangkaian verbal (verbal chaining), (5) memperbedakan
(discrimination learning), (6) pembentukan konsep (concept formation),
(7) pembentukan aturan (principle formation) dan (8) pemecahan masalah (problem
solving) (Ruseffendi, 1988). Terdapat 2 di antara 8 tipe belajar
yang dikemukakan oleh Gagne yang erat kaitannya dengan pendekatan pengajuan
masalah matematika, yaitu: (1) rangkaian verbal (verbal chaining) dan
(2) pemecahan masalah (problem solving).
·
Rangkaian verbal (verbal chaining). Rangkaian verbal dalam pembelajaran matematika dapat
berarti mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan konsep, simbol, definisi,
aksioma, lemma atau teorema, dalil atau rumus. Sedangkan pengertian rangkaian
verbal itu sendiri menurut Ruseffendi (1988) adalah perbuatan lisan terurut
dari dua rangkaian kegiatan atau lebih stimulus respons.
·
Pemecahan Masalah (Problem solving). Pengajuan masalah merupakan langkah kelima setelah
empat langkah Polya dalam pemecahan masalah matematika (Gonzales, 1996).
Berkaitan dengan pandangan ini, Brown dan Walter (1993) menjelaskan bahwa
dengan melihat tahap-tahap kegiatan antara pengajuan dan pemecahan masalah,
maka pada dasarnya pembelajaran dengan pengajuan masalah matematika merupakan
pengembangan dari pembelajaran dengan pemecahan masalah matematika.
Menurut Gagne belajar matematika
terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung. objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki,
kemampuan memecahkan masalah, ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap
positif terhadap matematika. Sedangkan objek tak langsung berupa fakta,
keterampilan, konsep, dan prinsip.
·
Fakta adalah
konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti simbol-simbol matematika.
Fakta bahwa 2 adalah simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi penjumlahan
adalah ”+” dan sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi trigonometri.
Fakta dipelajari dengan cara menghafal, drill, latiahan, dan permainan.
·
Keterampilan
(Skill) adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau
memperoleh suatu hasil tertentu. contohnya, keterampilan melakukan pembagian
bilangan yang cukup besar, menjumlahkan pecahan dan perkalian pecahan desimal.
Para siswa dinyatakan telah memperoleh keterampilan jika ia telah dapat
menggunakan prosedur atau aturan yang ada dengan cepat dan tepat.
·
Konsep
adalah ide abstrak yang memunkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu objek
dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari
ide abstrak tersebut. Contoh konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran.
siswa dikatakan telah mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat
membedakan contoh dan bukan contoh.
·
Prinsip adalah
pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Prinsip merupakan
yang paling abstrak dari objek matematika yang berupa sifat atau teorema.
Contohnya, teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku
sama dengan jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Seorang siswa dinyatakan telah
memahami prinsip jika ia dapat mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada;
dapat mengenal dan memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut; serta
dapat menggunakannya pada situasi yang tepat.
3.
Teori Belajar Skiner
Ia
berpendapat bahwa dalam eksperimen Pavlov seharusnya setelah anjing diberi
stimulus berupa bunyi bel, anjing tersebut seharusnya bisa mengambil makanan
sendiri. Dalam matematika; untuk merangsang siswa mau belajar maka diberi
“reward & funishment” dalam kegiatan tanya-jawab (stimulus-respon),
kemudian diberi penguatan/reinforcement berupa penjelasan teoritis materi
pelajaran yang ditanyakan tersebut (tanya-jawab) pada siswa.
4.
Teori Belajar Van Hiele
Tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui
siswa dalam pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai berikut:
·
Level 0 –
Tingkat Visualisasi
Tingkat ini disebut juga tingkat
pengenalan. Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai
suatu keseluruhan (wholistic). Sebagai contoh, pada tingkat ini
siswa tahu suatu bangun bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari
ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.
·
Level 1
Tingkat Analisis
Tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif.
Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan
ciri-ciri dari masing-masing bangun.
·
Level 2
Tingkat Abstraksi
Tingkat ini disebut juga tingkat
pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami
hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun.
Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada
suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang
berhadapan itu sama panjang.
·
Level 3
Tingkat Deduksi Formal
Pada tingkat ini siswa sudah
memahami perenan pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi,
aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada tingkat ini siswa
sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal.
·
Level 4
Tingkat Rigor
Tingkat ini disebut juga tingkat
metamatematis. Pada tingkat ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal
tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa
membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa
memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.
5.
Teori Belajar Z. P. Dienes
Dienes (dalam Ruseffendi, 1992)
berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang
struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan
mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes membagi tahap-tahap belajar
menjadi tahap, yaitu:
·
Permainan
Bebas (Free Play)
Permainan bebas merupakan tahap
belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak
didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak
muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap
dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.
·
Permainan
yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan
siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep
tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak
terdapat dalam konsep yang lainnya
·
Permainan
Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Untuk melatih dalam mencari kesamaan
sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan
struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah
sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.
·
Permainan
Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap
pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan
representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan
kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu.
Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah
mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang
terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
·
Permainan
dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar
konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap
konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan
verbal.
·
Permainan
dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar
konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan
sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut,
sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika
seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema
tersebut.
6.
Teori Belajar W Brownell
Brownell
mengemukakan bahwa belajar matematika merupakan belajar bermakna dan pengertian
hal ini sesuai dengan teori Gestalt yang menyatakan bahwa latihan hafal atau
drill sangat penting dalam kegiatan pembelajaran yang diterapkan setelah
tertanamnya pengertian (Ruseffendi, 1993: 117). Dengan demikian setiap konsep yang
disajikan guru harus diberikan dengan pengertian artinya semua yang dipelajari
siswa harus dipahami dahulu sebelum sampai hafalan atau latihan yang sifatnya
mengasah otak atau melatih keterampilan.
7.
Teori Belajar Thorndike
Menurut
Thorndike dalam Ruseffendi (1993:117) menyatakan bahwa pada hakekatnya belajar
merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Dalam hukum
ini ada tiga hal yaitu hukum kesiapan,hukum latihan,dan hukum akibat.
8.
Teori Belajar Gestalt
Gestalt menyatakan bahwa penguasaan akan diperoleh
apabila ada prasyarat dan latihan hafal atau drill yang diulang-ulang sehingga
tidak mengherankan jika ada topic-topik di tata secara urut seperti perkalian
bilangan cacah kurang dari sepuluh (Rosseffendi,19993:115-116).
9.
Teori Belajar Konstruktivisme
Dalam teori belajar konstruktivisme,
Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan
pembelajaran matematika, yaitu
·
Siswa
mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang
mereka miliki,
·
Matematika
menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
·
Strategi
siswa lebih bernilai,
· Siswa mempunyai kesempatan untuk
berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan
teori belajar konstruktivisme, tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang
berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
·
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
·
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi
lebih kreatif dan imajinatif,
·
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
·
Memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
·
Mendorong
siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka,
·
Menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih
menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka.
Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan
dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
C.
Pembelajaran Matematika
a.
Pengertian Pembelajaran
Matematika
Pembelajaran adalah suatu kondisi yang dengan
sengaja diciptakan oleh guru guna membelajarkan siswa (Syaiful Bahri Djamarah
2002:43). Erman Suherman (2003:8) mengartikan pembelajaran sebagai upaya
penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan
berkembang secara optimal. Menurut UU. Sisdiknas tahun 2003 (Benny Susetyo,
2005:167) pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Matematika
diartikan oleh Johnson dan Rising (Erman Suherman 2003:19) sebagai pola
berpikir, pola mengorganisasi, pembuktian yang logik, bahasa yang menggunakan
istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya
dengan symbol dan padat.
Dari
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah
proses interaksi antara guru dan siiswa yang melibatkan pengembangan pola
berpikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja
diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika
tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar
secara efektif dan efisien.
b.
Tujuan dan Fungsi Pembelajaran
Matematika
1. Tujuan Pembelajaran Matematika
1)
Mempersiapkan
siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan
efektif.
2)
Mempersiapkan
siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam
kehidupan sehari-hari dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
3)
Menambah
dan mengembangkan keterampilan berhitung dengan bilangan sebagai alat dalam
kehidupan sehari-hari.
4)
Mengembangkan
pengetahuan dasar matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan yang
lebih tinggi.
5)
Membentuk
sikap logis, kritis, kreatif, cermat dan disiplin.
2. Fungsi
Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan
simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Matematika
adalah
pengetahuan yang
mendasarkan perhitungan pada logika, kepastian dan
pengalaman.
2.
Secara
pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan
prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumah fakta dan
penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
3.
Terdapat empat macam arus besar teori belajar,
yaitu Teori
belajar behavioristik (tingkah laku), Teori belajar kognitif, Teori
belajar humanistik, dan Teori belajar kontruktivisme.
4.
Ada beberapa pendapat ahli tentang teori belajar yaitu: Jerome S.
Bruner, Robert M. Gagne, Skiner, Van Hiele, Z. P. Dienes, W Brownell, Thorndike, dan Gestalt.
5.
Pembelajaran
matematika adalah proses interaksi antara guru dan siiswa yang melibatkan
pengembangan pola berpikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar
yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar
matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan
kegiatan belajar secara efektif dan efisien.
B.
Saran
Saran yang dapat diberikan mengenai pendekatan
pembelajaran matematika menurut konstruktivisme adalah dalam pembelajaran
pendidik tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada peserta
didik. Peserta didik harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Pendidik
hanya membantu agar informasi menjadi lebih bermakna dan relevan bagi peserta
didik dengan menunjukkan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan
strategi-strategi yang dimilikinya untuk belajar. Tidak hanya itu, pendidik seharusnya
diharapkan dapat bertindak sebagai mediator dan fasilitator yang membuat
situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta
didik. Melalui pemberian tugas rumah dengan pendekatan konstruktivis. Oleh karena itu, seorang pendidik harus mengetahui dan menguasai Teori
belajar dan pembelajaran matematika agar lebih memudahkan dalam proses belajar
mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Dedi.
2013. Teori Belajar Matematika. (http://dedi26.blogspot.co.id/2013/05/teori-belajar-matematika.html
diakses 05 November 2015 )
Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon. 2013. Psikologi Pembelajaran Matematika. (http://coffeefreze.blogspot.co.id/2013/03/psikologi-pembelajaran-matematika.html diakses 05November 2015 )
Kate13.
2014. Pengertian Pembelajaran Matematika. (http://www.kajianteori.com/2014/02/pengertian-pembelajaran-matematika.html
diakses 07 November 2015 )
Sudiati
Sri. 2014. Pembelajaran Matematika di Sekolah. (http://www.srisudiati.namablogku.com/2014/05/pembelajaran-matematika-di-sekolah.html
diakses 07 November 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar