Selasa, 29 Desember 2015

Dasar Dasar Pembelajaran dan Teori Belajar Matematika



Dasar – Dasar Pembelajaran Matematika
Teori Belajar dan Pembelajaran Matematika
DOSEN MATA KULIAH : IRAWATI SYARIEF, S.Pd, M.Pd


Disusun Oleh :
KELOMPOK I
1.     ABBAS
2.     HASNAWATI
3.     RADIATUNNISA
4.     SANDIMAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PRODI. PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA
KAMPUS II LASUSUA


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan kita rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tidak lupa juga kita kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan kaita nabi besar Muhammad Saw yang telah membawa umat manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti sekarang ini.

Makalah yang kami beri judul TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA selain sebagai bahan pembelajaran mata kuliah Dasar – Dasar Pembelajaran Matematika juga kami harapkan bisa memberikan sedikit pengetahuan kepada para calon pendidik dalam proses belajar mengajar di kelas nantinya. Oleh karena itu, sebagai calon pendidik kita harus mengetahui dasar – dasar teori belar dan pembelajaran matematika agar para peserta didik dapat lebih mudah memahami materi yang diajarkan dan menerapkannya.
Seperti kata peribahasa tiada gading yang tak retak begitupun dengan penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga dengan kerendahan hati kami meminta kepada para pembaca untuk memberikan saran dan kritiknya untuk kesempurnaan makalah yang kami susun ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, sekian dan terima kasih.


Lasusua, 08 November 2015

Penyusun


 

BAB I
PENDAHULUAN
 A.   Latar Belakang
Belajar adalah proses untuk memperoleh sesuatu pengalaman atau pengetahuan yang baru yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan dan memajukan kehidupannya. Proses berpindahnya informasi atau pengetahuan dari satu orang ke orang yang lain sering disebut dengan proses belajar mengajar. Proses belajar-mengajar yang baik akan mengoptimalkan hasil belajar dan mengembalikan arti belajar yang sesungguhnya. Belajar adalah key term “istilah kunci” yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak akan pernah ada pendidikan.
Sementara itu, pengertian tentang belajar itu sendiri berbeda-beda menurut teori belajar yang dianut seseorang. Menurut pandangan modern menganggap bahwa belajar merupakan kegiatan mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut dapat dilihat ketika siswa memperlihatkan tingkah laku baru, yang berbeda dari tingkah laku sebelumnya. Untuk itu, seorang pendidik harus memiliki model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Salah satu model pembelajaran khususnya dalam matematika adalah pendekatan pembelajaran matematika menurut konstruktivisme. Dalam pembelajaran konstruktivisme, pendidik tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. pendidik hanya membantu agar informasi menjadi lebih bermakna dan relevan bagi peserta didik dengan menunjukkan kesempatan kepada peserat didik untuk menggunakan strategi-strategi yang dimilikinya untuk belajar. Selain itu, posisi pendidik dalam pembelajaran matematika adalah untuk bernegosiasi dengan peserta didik, bukan memberikan jawaban akhir yang telah jadi. Tidak hanya itu, pendidik seharusnya diharapkan dapat bertindak sebagai mediator dan fasilitator yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik. Melalui pemberian tugas rumah dengan pendekatan konstruktivis, diharapkan dapat memberikan suatu motivasi kepada peserta didik untuk memahami suatu konsep secara utuh melalui pengerjaan tugas dengan kondisi dan situasi yang tidak hanya terpaku pada ruang kelas dan keterbatasan waktu dalam proses belajar.
Untuk lebih memahami bagaimana teori belajar dan pembelajaran matematika tersebut akan kami uraikan dalam makalah ini.

B.       Rumusan Masalah
a.    Bagaimana hakikat dari matematika ?
b.    Apakah itu teori belajar ?
c.    Bagaimana bentuk – bentuk teori belajar menurut para ahli ?
d.   Apa pengertian dari pembelajaran matematika ?
e.    Apa fungsi dan tujuan dari pembelajaran matematika ?

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa sebagai calon pendidik mengetahui dasar – dasar yang dibutuhkan dalam proses belajar mengajar matematika di sekolah nantinya.



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Hakikat Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa Inggris, mathematics, yang artinya ilmu pasti, matematika. Mathematics, merupakan kata sifat, artinya yang berhubungan dengan  ilmu pasti, matematis,  mathematically adalah kata kerja, artinya menurut  ilmu  pasti,  secara matematis,  dan  mathematician  adalah  kata benda, yaitu orang ahli matematika (Echols dan Shadily, 2005:375). Istilah matematika sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia baku. Di dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia,  matematika  artinya  ilmu  tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Diknas, 1990:566).
Burhanuddin Salam mengemukakan pendapat beberapa ahli mengenai matematika, di antaranya:
a.    Wittgenstein; Matematika tidak lain adalah metode berpikir logis.
b.    Whithead; Matematika  merupakan  pengetahuan  yang  disusun secara   konsisten   dengan   mempergunakan   logika   deduktif.   Dalil-dalil matematika pada dasarnya adalah pertanyaan logika. Pembuktian dalil-dalil matematika tidak didasarkan atas metode ilmiah yang merupakan kombinasi antara  logika  deduktif  dan  induktif,  melainkan  didasarkan  atas  logika deduktif.
c.    Immenual Kant; Matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik apriori yang eksistensinya tergantung kepada dunia pengalaman kita (Salam, 1997:151-152).
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa matematika adalah pengetahuan yang mendasarkan perhitungan pada logika, kepastian dan pengalaman.  Kebenarannya tidak  diperoleh melalui  eksprimen atau percobaan sebagaimana ditemui pada ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau Biologi, tetapi ditentukan  oleh  perhitungan  yang  logis  dari  bilangan-bilangan  dan  hubungan antara bilangan-bilangan tersebut.

B.       Teori Belajar
a.        Pengertian Teori Belajar
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar (Muhibbin,2003:92). Sedangkan  Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988) adalah berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi terhadap mental peserta didik.





b.        Aliran – Aliran dalam Teori Belajar
Dalam perkembangannya ini terdapat empat macam arus besar teori belajar, yaitu :
1)        Teori belajar behavioristik (tingkah laku)

Teori belajar behavioristik ini detemukan oleh para psikolog behavioristik. Mereka sering disebut “contemporary behaviorists” atau disebut juga “S-R psychologists”. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya (Dalyono,2005:30). Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku peserta didiknya merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, serta bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar. Penganut psikologi ini juga beranggapan bahwa belajar sebagai hasil dari pembentukan hubungan antara rangsangan dari luar (stimulus) dan tanggapan dari dalam diri peserta didik (response) yang diamati. Oleh sebab itu, dua kata kunci penganut teori ini adalah ‘latihan’ dan ‘ganjaran’ atau ‘penguatan’. Teori yang dikemukakan oleh peganut aliran behaviorisme ini sangat cocok digunakan untuk mengembangkan pengetahuan siswa yang beruhungan dengan pencapaian hasil belajar (pengetahuan) matematika seperti fakta, konsep, prinsip, skill atau keterampilan.
2)        Teori belajar kognitif
Teori belajar kognitif ini memandang bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh “reward” dan “reinfocement”. Menurut pendapat mereka tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku ini terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dengan situasi itu dan memperoleh “insight” untuk pemecahan masalah. Jadi kaum kognitif berpandangan bahwa, tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam satu situasi. Mereka menganggap tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada dengan hukuman dan ganjaran.
3)        Teori belajar humanistik
Berbeda dengan dua aliran sebelumnya, humanistik meyakini bahwa manusia mempunyai sifat dasar yang baik. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk terus berkembang, mengarahkan diri, kreatif, dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Jelasnya, menurut aliran ini manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan arah hidupnya sendiri dengan penuh kesadaran dan kebebasan. Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalama-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik ini, penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian peserta didik.
4)        Teori belajar kontruktivisme
Pandangan konstruktivistik tentang pembentukan pengetahuan adalah subjek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksi dengan lingkungannya. Melalui bantuan struktur-struktur kognitif ini, subjek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subjek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi. Pendekatan konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam pemikiran peserta didik. Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh pelajar itu sendiri dan tidak diterima secara pasif dari orang disekitarnya. Dalam kelas konstruktivis seorang pendidik tidak mengajarkan kepada peserta didiknya bagaimana menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong (encourage) eserta didik untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Pada saat peserta didik memberikan jawaban, pendidik mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun pendidik mendorong peserta didiknya untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal peserta didik itu sendiri (Suherman, 2003).
c.         Teori Belajar Menurut para Ahli
1.         Teori Belajar Jerome S. Bruner
Menurut Bruner (dalam Hudoyo,1990:48) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Bruner  membagi perkembangan intelektual anak dalam tiga kategori, yaitu enaktif, ikonik dan simbolik (Ruseffendi, 1988). Penjelasan lain, (Dahar, 1989) mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi informasi dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Bruner mengemukakan 4 dalil yang penting dalam pembelajaran matematika,yaitu:
·      Dalil Penyusunan. Konsep dalam matematika akan lebih bermakna jika siswa mempelajarinya melalui penyusunan representasi obyek yang dimaksud dan dilakukan secara langsung.
·      Dalil Notasi. Notasi memiliki peranan penting dalam penyajian konsep. Penggunaan notasi dalam menyatakan sebuah konsep tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan mental anak. Penyajiannya dilakukan dengan pendekatan spiral, dimana setiap ide-ide matematika disajikan secara sistematis dengan menggunakan notasi-notasi yang bertiingkat.
·      Dalil Kekontrasan dan Keanekaragaman. Pengontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan pengubahan konsep difahami dengan mendalam, diperlukan contoh-contoh yang banyak, sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut.
·      Dalil Pengaitan. Materi dalam pelajaran matematika dikenal dengan hirarki yang sangat ketat. Suatu topik akan menjadi sulit dipahami oleh siswa manakala belum menguasai materi prasarat yang dibutuhkan. Dengan kata lain bahwa kaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain, satu dalil dengan dalil yang lain, satu topik dengan topik yang lain dan satu teori dengan teori yang lain sangat erat.

2.         Teori Belajar Robert M. Gagne
Pandangan Gagne tentang belajar dikelompokkan menjadi 8 tipe. Kedelapan tipe tersebut adalah belajar dengan: (1) isyarat (signal), (2) stimulus respons, (3) rangkaian gerak (motor chaining), (4) rangkaian verbal (verbal chaining), (5) memperbedakan (discrimination learning), (6) pembentukan konsep (concept formation), (7) pembentukan aturan (principle formation) dan (8) pemecahan masalah (problem solving) (Ruseffendi, 1988). Terdapat 2 di antara 8 tipe belajar yang dikemukakan oleh Gagne yang erat kaitannya dengan pendekatan pengajuan masalah matematika, yaitu: (1) rangkaian verbal (verbal chaining) dan (2) pemecahan masalah (problem solving).
·      Rangkaian verbal (verbal chaining). Rangkaian verbal dalam pembelajaran matematika dapat berarti mengemukakan pendapat yang berkaitan dengan konsep, simbol, definisi, aksioma, lemma atau teorema, dalil atau rumus. Sedangkan pengertian rangkaian verbal itu sendiri menurut Ruseffendi (1988) adalah perbuatan lisan terurut dari dua rangkaian kegiatan atau lebih stimulus respons.
·      Pemecahan Masalah (Problem solving). Pengajuan masalah merupakan langkah kelima setelah empat langkah Polya dalam pemecahan masalah matematika (Gonzales, 1996). Berkaitan dengan pandangan ini, Brown dan Walter (1993) menjelaskan bahwa dengan melihat tahap-tahap kegiatan antara pengajuan dan pemecahan masalah, maka pada dasarnya pembelajaran dengan pengajuan masalah matematika merupakan pengembangan dari pembelajaran dengan pemecahan masalah matematika.
Menurut Gagne belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung. objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, ketekunan, ketelitian, disiplin diri, bersikap positif terhadap matematika. Sedangkan objek tak langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip.
·       Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam  matematika seperti simbol-simbol matematika. Fakta bahwa 2 adalah simbol untuk kata ”dua”, simbol untuk operasi penjumlahan adalah ”+” dan sinus suatu nama yang diberikan untuk suatu fungsi trigonometri. Fakta dipelajari dengan cara menghafal, drill, latiahan, dan permainan.
·       Keterampilan (Skill) adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu. contohnya, keterampilan melakukan pembagian bilangan yang cukup besar, menjumlahkan pecahan dan perkalian pecahan desimal. Para siswa dinyatakan telah memperoleh keterampilan jika ia telah dapat menggunakan prosedur atau aturan yang ada dengan cepat dan tepat.
·       Konsep adalah ide abstrak yang memunkinkan seseorang untuk mengelompokkan suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut. Contoh konsep himpunan, segitiga, kubus, lingkaran. siswa  dikatakan telah mempelajari suatu konsep jika ia telah dapat membedakan contoh dan bukan contoh.
·       Prinsip adalah pernyataan yang memuat hubungan antara dua konsep atau lebih. Prinsip merupakan yang paling abstrak dari objek matematika yang berupa sifat atau teorema.  Contohnya, teorema Pytagoras yaitu kuadrat hipotenusa pada segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat dari dua sisi yang lain. Seorang siswa dinyatakan telah memahami prinsip jika ia dapat mengingat aturan, rumus, atau teorema yang ada; dapat mengenal dan memahami konsep-konsep yang ada pada prinsip tersebut; serta dapat menggunakannya pada situasi yang tepat.
3.        Teori Belajar Skiner
Ia berpendapat bahwa dalam eksperimen Pavlov seharusnya setelah anjing diberi stimulus berupa bunyi bel, anjing tersebut seharusnya bisa mengambil makanan sendiri. Dalam matematika; untuk merangsang siswa mau belajar maka diberi “reward & funishment” dalam kegiatan tanya-jawab (stimulus-respon), kemudian diberi penguatan/reinforcement berupa penjelasan teoritis materi pelajaran yang ditanyakan tersebut (tanya-jawab) pada siswa.

4.         Teori Belajar Van Hiele
Tahapan berpikir atau tingkat kognitif yang dilalui siswa dalam pembelajaran geometri, menurut Van Hiele adalah sebagai berikut:
·       Level 0 – Tingkat Visualisasi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa tahu suatu bangun bernama persegipanjang, tetapi ia belum menyadari ciri-ciri bangun persegipanjang tersebut.
·       Level 1 Tingkat Analisis
Tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun.
·       Level 2 Tingkat Abstraksi
Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan atau tingkat relasional. Pada tingkat ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang.
·       Level 3 Tingkat Deduksi Formal
Pada tingkat ini siswa sudah memahami perenan pengertian-pengertian pangkal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri. Pada tingkat ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal.
·       Level 4 Tingkat Rigor
Tingkat ini disebut juga tingkat metamatematis. Pada tingkat ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri.

5.         Teori Belajar Z. P. Dienes
Dienes (dalam Ruseffendi, 1992) berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi tahap, yaitu:
·      Permainan Bebas (Free Play)
Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.
·      Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya
·      Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.
·      Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
·      Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
·      Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut.

6.         Teori Belajar W Brownell
Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika merupakan belajar bermakna dan pengertian hal ini sesuai dengan teori Gestalt yang menyatakan bahwa latihan hafal atau drill sangat penting dalam kegiatan pembelajaran yang diterapkan setelah tertanamnya pengertian (Ruseffendi, 1993: 117). Dengan demikian setiap konsep yang disajikan guru harus diberikan dengan pengertian artinya semua yang dipelajari siswa harus dipahami dahulu sebelum sampai hafalan atau latihan yang sifatnya mengasah otak atau melatih keterampilan.

7.         Teori Belajar Thorndike
Menurut Thorndike dalam Ruseffendi (1993:117) menyatakan bahwa pada hakekatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Dalam hukum ini ada tiga hal yaitu hukum kesiapan,hukum latihan,dan hukum akibat.

8.         Teori Belajar Gestalt
Gestalt menyatakan bahwa penguasaan akan diperoleh apabila ada prasyarat dan latihan hafal atau drill yang diulang-ulang sehingga tidak mengherankan jika ada topic-topik di tata secara urut seperti perkalian bilangan cacah kurang dari sepuluh (Rosseffendi,19993:115-116).
9.         Teori Belajar Konstruktivisme
Dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu
·      Siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
·      Matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
·      Strategi siswa lebih bernilai,
·      Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
·      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
·      Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
·      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
·      Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
·      Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka,
·      Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

C.      Pembelajaran Matematika
a.        Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan oleh guru guna membelajarkan siswa (Syaiful Bahri Djamarah 2002:43). Erman Suherman (2003:8) mengartikan pembelajaran sebagai upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut UU. Sisdiknas tahun 2003 (Benny Susetyo, 2005:167) pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Matematika diartikan oleh Johnson dan Rising (Erman Suherman 2003:19) sebagai pola berpikir, pola mengorganisasi, pembuktian yang logik, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan symbol dan padat.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siiswa yang melibatkan pengembangan pola berpikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.

b.        Tujuan dan Fungsi Pembelajaran Matematika
1.    Tujuan Pembelajaran Matematika
1)        Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif.
2)        Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
3)        Menambah dan mengembangkan keterampilan berhitung dengan bilangan sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
4)        Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi.
5)        Membentuk sikap logis, kritis, kreatif, cermat dan disiplin.

2.     Fungsi Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan

1.        Matematika adalah pengetahuan yang mendasarkan perhitungan pada logika, kepastian dan pengalaman.
2.        Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.
3.        Terdapat empat macam arus besar teori belajar, yaitu Teori belajar behavioristik (tingkah laku), Teori belajar kognitif, Teori belajar humanistik, dan Teori belajar kontruktivisme.
4.        Ada beberapa pendapat ahli  tentang teori belajar yaitu: Jerome S. Bruner, Robert M. Gagne, Skiner, Van Hiele, Z. P. Dienes, W Brownell, Thorndike, dan Gestalt.
5.        Pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siiswa yang melibatkan pengembangan pola berpikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.

B.       Saran
Saran yang dapat diberikan mengenai pendekatan pembelajaran matematika menurut konstruktivisme adalah dalam pembelajaran pendidik tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Pendidik hanya membantu agar informasi menjadi lebih bermakna dan relevan bagi peserta didik dengan menunjukkan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan strategi-strategi yang dimilikinya untuk belajar. Tidak hanya itu, pendidik seharusnya diharapkan dapat bertindak sebagai mediator dan fasilitator yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik. Melalui pemberian tugas rumah dengan pendekatan konstruktivis. Oleh karena itu, seorang pendidik harus mengetahui dan menguasai Teori belajar dan pembelajaran matematika agar lebih memudahkan dalam proses belajar mengajar.



DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon. 2013. Psikologi Pembelajaran Matematika. (http://coffeefreze.blogspot.co.id/2013/03/psikologi-pembelajaran-matematika.html diakses 05November 2015 )




Tidak ada komentar:

Posting Komentar